Kamis, 26 Mei 2011

ayat alqur'an tentang guru

BAB II
PEMBAHASAN
A. Ayat yang menerangkan atau menjadi simbol seorang guru dalam Q.S. Al – Baqarah ayat 124
1. Lafadz Q.S Al- Baqarah ayat 124
وَ إِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيْمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِيْن

2. Terjemah Q.S Al – Baqarah ayat 124
Dan (ingatlah) tatkala telah di¬uji Ibrahim oleh TuhanNya dengan beberapa kalimat, maka telah dipenuhinya semuanya. Diapun berfirman : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan engkau Imam bagi manusia. Dia berkata : Dan juga dari antara anak-cucuku. Berfirman Dia : Tidaklah akan mencapai perjanjianKu itu kepada orang-orang yang zalim.
3. Kandungan Q.S Al – Baqarah ayat 124
“Imam “ untuk menjadi panutan ,yang akan membimbing manusia ke jalan Allah dan membawa mereka kepada kebaikan. Mereka (manusia ) menjadi pengikutnya dania menjadi pemimpin mereka. Pada waktu itu insting kemanusiaan Ibrahim timbul ,yaitu keinginan untuk melestarikannya melalui anak cucunya . Itulah perasaan fitri yang mendalam yang ditanamkan Allah pada fitrah manusia untuk mengembangkan kehidupan dan menjalankannya pada jalurnya, dan untuk menjembatani masa lalu dan masa depannya ,dan supaya seluruh generasi bantu membantu dan tunjang menunjang . Itulah perasaan yang sebagian manusia beruasaha untuk menghancurkannya ,menghambatnya , dan membelenggunya .
Padahal ,perasaan itu tertanam dalam – dalam di lubuk fitrah untuk merealisasikan tujuan jangka panjang itu. Di atas prinsip inilah islam menetapka syariat kewarisan ,untuk memenuhi panggilan fitrah itu dan untuk memberikan semangat supaya beraktifitas serta mencurahkan segenap kemampuannya .
Agam islam sangat menghargai orang – orang yang berilmu pengetahuan (guru/ulama),sehingga hanya mereka sajalah yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup.
Firman Allah dalam Q.S Al- Mujadillah ayat 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

B. Relevansi ayat dengan ayat
(Q.S Al – Baqarah 124 )
وَ إِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيْمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِيْن
(124) Dan (ingatlah) tatkala telah di¬uji Ibrahim oleh TuhanNya dengan beberapa kalimat, maka telah dipenuhinya semuanya. Diapun berfirman : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan engkau Imam bagi manusia. Dia berkata : Dan juga dari antara anak-cucuku. Berfirman Dia : Tidaklah akan mencapai perjanjianKu itu kepada orang-orang yang zalim
Kata imam (إِمَامًا),menurut Al –Tabrasi dalam kitab tafsirnya ,seperti dikutip Qurais Shihab ,mempunyai makna yang sama dengan Khalifah hanya saja,kata ini dipakai untuk makna keteladanan ,karena ia berasal dari sebuah kata yang mengandung arti depan,yang berbeda dengan kata Khalifah yang pada awalnya berarti belakang.
Kata Imam (إِمَامًا) disebutkan oleh al qur’an sebanyak tujuh kali dengan makna yang berbeda beda. Akan tetapi kesemuanya itu bermuara pada satu makna sesuatu yang dituju atau diteladani,yang lebih mendekati pengertian yang sesuai dengan arti pemimpin adalah surat Al – Baqarah (2) ayat 124, dan surat Al – Furqon (25) ayat 74.
وَ إِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيْمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِيْن
(124) Dan (ingatlah) tatkala telah di¬uji Ibrahim oleh TuhanNya dengan beberapa kalimat, maka telah dipenuhinya semuanya. Diapun berfirman : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan engkau Imam bagi manusia. Dia berkata : Dan juga dari antara anak-cucuku. Berfirman Dia : Tidaklah akan mencapai perjanjianKu itu kepada orang-orang yang zalim

والذين يقولون ربّنا هب لنا من أزواجنا وذرّيّاتنا قرّة أعين واجعلنا للمتّقين إماما { الفرقان (۲۵) : ۷٤
Dan orang orang yang berkata : “ Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami Imam bagi orang orang yang bertaqwa. {QS. Al Furqon (25) : 74}
Dari gambaran dua ayat di atas ,kita dapat satu pemahaman bahwa seorang imam (pemimpin)terbiasa untuk meneruskan dan mewariskan kepimimpinanya kepada anak cucu.
Ada hal yang menarik untuk diperhatikan dalam ungkapan ayat di atas, di mana Allah swt mengangkat Ibrahim menjadi pemimpin manusia dalam bentuk imam. Dalam bahasa Arab ada beberapa kata yang juga berarti pemimpin, seperti Qa'id, ra'is, amir, wali dan lain-lain. Allah swt menggunakan kata imâm untuk kepemimpinan yang diberikan kepada Ibrahim, tentu punya maksud yang besar.
Secara harfiyah, kata imâm berasal dari kata أم- يؤم berarti “terjuju kepada sesutau, teladan” dan yang semakna dengan itu. Dari akar kata ini lahir kata umm yang berarti ibu. Ibu disebut umm karena ibu biasanya menjadi teladan bagi anak-anak, atau anak anak biasanya lebih tertuju kepada ibu baik sifat, karakter, gaya dan sebagainya daripada kepada bapak. Makanya bila seorang anak harus memilih antara ibu atau bapak tentulah anak-anak akan memilih ibu mereka.
Dengan demikian, kepemimpinan yang berbentuk imam adalah kepemimpinan yang penuh dengan keteladan sehingga menjadi ikutan dan tumpuan harapan banyak orang. Penamaan imam kepada Ibrahim as. telah membuktikan bahwa Ibrahim adalah teladan dan ikutan manusia sepanjang zaman.
Oleh karena itu, pemimpin yang paling ideal untuk umat manusia menurut al-Qur'an adalah pemimpin yang menjadi imâm, menjadi teladan dan ikutan serta acuan manusia
Pada surat Al- Baqarah ayat 124 ,nabi Ibrahim sebagai seorang imam (pemimpin ,ingin sekali meneruskan dan mewariskan kepemimpinanya kepada anak cucu. Hal itu dibuktikan dengan permohonannya kepada Allah SWT dengan kalimat (Dan saya mohon juga) dari keturunanku “. Surah al – Furqon ayat 74 pun kelihatannya tidak jauh berbeda . Ayat itu berisi permohonan seseorang untuk melaggengkan kepemimpinaya kepada anak cucu dan golongannya sendiri.
Hanya saja sistem monarki atau sumber da pusat kepemimpinanya yang selalu berkisar pada golongan – golongan tertentu dan itu – itu saja ,nampaknya dengan kejadian Allah memberi syarat dengan firmannya yang artinya”Janji Ku (ini)tidak mengenai orang –orang yang zalim”Ungkapan ini menunjukkan bahwa sifat dzalim atau tidak dapat berbuat adil merupakan watak yag tidak di inginkan oleh Allah dalam melestarikan ,melanggengkan atau merebut kepemimpinan.
Imam adalah pemimpin atau teladan,dan kepemimpinan dan keteladanan adalah bersumber dari Allah dan bukan lah anugerah yang berdasarkan garis keturunan ,kekerabatan atau hubungan darah.Ayat di atas mengisyaratkan bahwa kepemimpinan dan keteladanan harus berdasarkan kepada keimanan dan ketaqwaan ,pengetahuan dan keberhasilan dalam aneka ujian . Karena itu kepemimpinan tidak akan dapat diaugerahkan oleh Allah kepada orang – orang uyang dzalim,yakni yang berlaku aniaya.

C. Asbabun Nuzul ayat
وَ إِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيْمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ
"Dan (ingatlah) tatkala telah diuji Ibrahim aleh TuhanNya dengan berapa kalimat." (pangkal ayat 124).
Dengan ini diperingatkan kembali siapa Ibrahim a.s..Yang dibanggakan oleh kedua suku bangsa Bani Israil dan Bani Ismail sebagai nenek-moyang mereka. Itulah seorang besar yang telah lulus dari berbagai ujian. Tuhan telah mengujinya dengan beberapa kalimat, artinya beberapa ketentuan dari Tuhan. Dia telah diuji ketika menentang orang negerinya dan ayahnya sendiri yang menyembah berhala. Dia telah diuji sampai dibakar orang. Dia telah diuji, apakah kampung halaman yang lebih dikasihinya atau keyakinannya? Dia telah tinggalkan karnpung halaman karena menegakkan keyakinan.
Dia telah diuji karena sampai tua tidak beroleh putera. Dan setelah dia tua rnendapatkan putera yang diharapkan, maka diuji pula, disuruh menyembelih puteranya yang dicintainya itu. Dan berbagai ujian yang lain.

فَأَتَمَّهُنَّ
"Maka telah dipenuhinya semuanya.
Artinya, telah dipenuhinya sekalian ujian itu, telah dilaluinya dengan selamat dan jaya. Diriwayatkan oleh Ihrru Ishaq dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas: "Kalimat-kalimat yang diujikan kepadanya itu, dan telah dipenuhinya semuanya. Dia telah memisahkan dari kaumnya karena Allah memerintahkannya memisahkan diri.
Perdebatannya dengan raja Nambrudz tentang kekuasan Allah menghidupkan dan mematikan. Kesabaran hatinya tatkala dia dilemparkan ke dalam api bernyala; tidak lain karena mempertahankan pendiriannya tentang keesaan Allah.
Setelah itu dia hijrah dari kampung halamannya , karena Tuhan yang menyuruh. Ujian Tuhan kepadanya seketika dia didatangi tetamu (seketika tetamu itu singgah kepadanya dalam perjalanan membawa azab kepada kaum Luth), dan ujian kepadanya dengan menyuruh menyembelih puteranya.
Di dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari al-Hasan, la berkata: " Ibrahim a.s. telah diuji dengan kelap-kelipnya bintang, diapun lulus. Dia diuji dengan bulan, diapun lulus. Kemudian diuji dengan matahari , itupun dia lulus. Diuji dengan hijrah, diapun lulus. Diuji pula dengan menyuruh menyembelih anak kandungnya sendiri, itupun dia lulus. Padahal waktu itu usianya telah 80 tahun."Memang ada sejumlah pendapat ulama tentang jenis ujian –ujian tersebut ,ada yang menyebutkan sepuluh macam ujian ,bahkan ada yang mengatakan empat puluh ,sepuluh di antaranya disebut dalam Q.S at – taubah [9] : 112,selanjutnya pada QS al – Ahzab [33]:35 ,lalu QS al – Ma’arij [22]:34.
Setelah dilaluinya segala ujian itu dan dipenuhinya dengan sebaik-baiknya.

قَالَ إِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا
"Diapun berfrman : Sesungguhnya Aku hendak menjadtkan engkau Imam bagi manusia. "
Disini kita mendapat suatu pelajaran yang dalam sekali, tentang jabatan yang begitu mulia yang dianugerahkan Tuhan kepada seorang di antara RasulNya. Setelah beliau lulus dalam berbagai ragam ujian yang berat itu dan diatasinya segala ujian itu dengan jaya, barulah Tuhan memberikan jabatan kepadanya, yaitu menjadi Imam bagi manusia. Imam, ialah orang yang diikut, orang yang menjadi pelopor, yang patut ditiru diteladan, baik berkenaan dengan agama dan ibadat , atau akhlak . Setelah jabatan Imam itu diberikan Tuhan, Ibrahim pun mengemukakan permohonan:

قَالَ وَ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ
"Dan juga dari antara anak-cucuku."
Sebagai seorang ayah atau nenek yang besar yang bercita-cita jauh, Ibrahim a.s. memohonkan supaya jabatan Imam itupun diberikan pula kepada orang-orang yang dipilih Tuhan dari kalangan anak-cucunya. Moga-moga timbullah kiranya orang-orang yang akan menyambung usahanya. Permohonan itu disambut oleh Tuhan:

قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِيْن
"Tidaklah akan mencapai perjanjianKu itu kepada orang-orang yang zalim. " (ujung ayat 124).
Permohonannya dikabulkan Tuhan, bahwasanya dalam kalangan anak-cucu keturunannya memang akan ada yang dijadikan Imam pula, sebagai pelanjut dari usahanya. Akan ada Imam, tetapi janji itu tidak akan berlaku pada anak-cucunya yang zalim. Keutamaan budi, ketinggian agama dan ibadat bukanlah didapat karena keturunan. Yang akan naik hanyalah orang yang sanggup menghadapi ujian, sebagaimana Ibrahim a.s. juga.
Ibrahim a.s. telah memenuhi segala ujian dengan selamat; baru diangkat menjadi Imam. Bagaimana anak¬ cucunya akan langsung saja menjadi Imam, kalau mereka tidak lulus dalam ujian atau zalim di dalam hidup. Imam yang dimaksud disini adalah Imamat Agama, bukan kerajaan clan bukan dinasti yang dapat diturunkan kepada anak. Sebab itu keturunan Ibrahim a.s. tidaklah boleh membanggakan diri karena mereka keturunan Imam Besar. Malahan kalau mereka zalim, bukanlah kemuliaan yang akan didapat lantaran mereka keturunan Ibrahim a. s., melainkan berlipat gandalah dosa yang akan mereka pikul, kalau mereka yang terlebih dahulu melanggar apa yang dianjurkan oleh amanat nenek-moyangnya.
Ingatlah betapa beratnya ujian itu semuanya. Bukanlah perkara yang ringan menegakkan paham dan keyakinan sendiri, yang bententangan dengan pendirian ayah kandungnya. Ayahnya Azar tukang membuat berhala, sedang dia sendiri menegakkan Tauhid. Dan untuk itu Ibrahim a.s. bersedia dibakar. Dan ketika akan masuk pembakaran, Malaikat Jibril bertanya: Apakah dia memerlukan pertolongan ? Ibrahim a.s. menjawab dengan tegas: "Kepada engkau tidak." Kemudian ujian lagi karena sampai tua tidak beranak. Kemudian ujian lagi, karena disuruh menyembelih anaknya yang tertua Ismail a.s., yang telah lama diharap-harapkannya.
Apa yang digariskan oleh ayat ini ,merupakan salah satu perbedaan yang menunjukkan ciri pandang Islam tentang kepemimpinanya dengan pandangan –pandangan yang lain. Islam menilai bahwa kepemimpinan bukan hanya sekedar kontrak sosial ,yang melahirkan janji dari pemimpin untuk melayani yang dipimpin sesuai kesepakatan bersama,serta janji ketaatan dari yang dipimpin kepada pemimpin ,tetapi juga dalam pandangan ayat ini harus terjalin hubungan yang harmonis antara yang diberi wewenang memimpin dengan Tuhan ,yaitu berupa janji untuk menjalankan kepemimpinan sesuai dengan nilai – nilai yang diamanatkan Nya . Dari sini bias dipahami bahwa ketaata kepada pemimpin tidak dibenarkan jika ketaatan itu bertentangan dengan nilai – nilai ilahi.
Oleh sebab itu maka jabatan Imam yang diberikan Allah kepadanya, adalah hal yang wajar. Imamat yang sejati tidaklah mudah didapat oleh sembarang orang. Kekayaan harta bisa diwariskan kepada anak. Pangkat jabatan jadi Raja boleh diturunkan; tetapi Imamat yang sejati haruslah melalui ujian.
D. Pembahasan ayat
1. Pengertian guru
Dalam khasanah pemikiran Islam, istilah guru memiliki beberapa istilah, seperti ustadz, muallim, muaddib, dan murabbi’. Beberapa istilah untuk sebutan guru itu terkait dengan beberapa istilah untuk pendidikan, yaitu ta’lim, ta’dib, dan tarbiyah. Istilah mu’allim lebih menekankan guru sebagai pengajar dan penyampai pengetahuan (knowledge) dan ilmu (science) istilah muaddiblebih menekankan guru sebagai pembina moralitas dan akhlak peserta didik dengan keteladanan, sedangkan istilah murabbi’ lebih menekankan pengembangan dan pemeliharaan baik aspek jasmaniah maupun ruhaniah. Sedangkan istilah yang umum dipakai dan memiliki cakupan makna yang luas dan netral adalah ustad yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai guru.
Dalam Bahasa Indonesia, terdapat istilah guru, disamping istilah pengajar dan pendidik. Dua istilah terakhir merupakan bagian tugas terpenting dari guru, yaitu mengajar dan sekaligus mendidik siswanya. Walaupun antara guru dan ustadz pengertiannya sama, namun dalam praktek khususnya di sekolah-sekolah Islam istilah guru dipakai umum, sedangkan istilah ustadz dipakai untuk sebutan guru khusus, yaitu yang memiliki pengetahuan dan pengalaman agama yang mendalam. Istilah guru mengandung nilai, kedudukan, dan peranan mulia. Karena itu, di dunia ini banyak orang yang bekerja sebagai guru, akan tetapi mungkin hanya sedikit yang bisa menjadi “guru”, yaitu yang bisa digugu dan ditiru
2. Tugas Guru
Daoed Joesoep, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 1978-1983, mengemukakan tiga misi atau fungsi guru : fungsi professional, fungsi kemanusiaan dan fungsi civic mission. Fungsi professional berarti guru meneruskan ilmu/keterampilan/pengalaman yang dimiliki atau dipelajarinya kepada anak didiknya. Fungsi kemanusiaan berarti berusaha mengembangkan/membina segala potensi bakat/pembawaan yang ada pada diri si anak serta membentuk wajah ilahi dalam dirinya. Fungsi civic missionberarti guru wajib menjadikan anak didiknya menjadi warga Negara yang baik, yaitu yang berjiwa patriotic, mempunyai semangat kebangsaan nasional, dan disiplin atau taat terhadap semua peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dasar pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan tugas guru sebagai penjabaran dari misi dan fungsi yang diembannya, menurut Darji Darmodiharjo, minimal ada tiga : mendidik, mengajar, dan melatih. Tugas mendidik lebih menekankan pada pembentukan jiwa, karakter, dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai. Tugas mengajar lebih menekankan pada pengembangan kemampuan penalaran dan tugas melatih menekankan pada pengembangan kemampuan penerapan teknologi dengan cara melatih berbagai ketrampilan.
Dalam perspektif Islam, mengemban amanat sebagai guru bukan terbatas pada pekerjaan atau jabatan seseorang, melainkan memiliki dimensi nilai yang lebih luas dan agung, yaitu tugas ketuhanan, kerasulan, dan kemanusiaan. Dikatakan sebagai tugas ketuhanan, karena mendidik merupakan sifat “fungsional” Allah (sifat rububiyah) sebagai “rabb”, yaitu sebagai “guru” bagi semua makhluk. Allah mengajar semua makhluknya lewat tanda-tanda (sign), dengan menurunkan wahyu, mengutus rasul-Nya, dan lewat hamba-hamba-Nya. Allah memanggil hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mendidik
Guru juga mengemban tugas kerasulan, yaitu menyampaikan pesa-pesan Tuhan kepada umat manusia. Secara lebih khusus, tugas Nabi dalam kaitannya dengan pendidikan, sebagaimana tercantum dalam Al-Jumu’ah ayat 2 :
                    
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,
Ayat diatas menggambarkan bahwa tugas Rasul adalah melakukan pencerahan, pemberdayaan, transformasi, dan mobilisasi potensi umat menuju kepada cahaya (nur) setelah sekian lama terbelenggu dalam kegelapan.
Tugas kerasulan tidak berhenti dengan wafatnya nabi Muhammad saw., melainkan diteruskan oleh seluruh umatnya yang beriman dengan cara meneruskan risalahnya kepada seluruh umat manusia. Dalam kehidupan keluarga, orang tua adalah guru bagi anak-anaknya. Dan dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal pembagian kerja, lembaga persekolahan adalah salah satu upaya yang paling efektif dalam melanjutkan risalah Muhammad saw kepada generasi muda di mana guru merupakan actor utamanya.
Sebagai tugas kemanusiaan, seorang guru harus terpanggil untuk membimbing, melayani, mengarahkan, menolong, memotivasi, dan memberdayakan sesama, khususnya anak didiknya, sebagai sebuah keterpanggilan kemanusiaan dan bukan semata-mata terkait dengan tugas formal atau pekerjaannya sebagai guru. Dari sini kemudian guru benar-benar mampu, ikhlas (sepenuh hati), dan penuh dedikasi dalam menjalankan tugas keguruannya.
3. Persyaratan Guru
Untuk menjadi seorang guru yang dapat mempengaruhi anak didik kea rah kebahagiaan dunia dan akhirat sesungguhnya tidaklah ringan ,artinya ada syarat – syarat yang harus dipenuhi. Dilihat dari ilmu pendidikan islam ,maka secara umum untuk menjadi guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya hendaknya bertaqwa kepada Allah ,berilu ,sehat jasmaniyahnya ,baik akhlaqnya ,bertanggung jawab dan berjiwa nasional.
• Taqwa kepada Allah sebagai syarat menjadi guru
Guru sesuai dengan tujuan Ilmu Pendidikan Islam ,tidak mungkin mendidik anak agar bertaqwa kepada Allah,jika ia sendiri tidak bertaqwa kepadaNya. Sebab ia adalah teladan bagi muridnya ,sebagaimana Rasulullah menjadi teladan bagi umatnya.
• Berilmu sebagi syarat untuk menjadi guru
Ijazah bukan semata –mata secarik kertas ,tetapi suatu bukti ,bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yag diperlukan untuk suatu jabatan.
• Sehat jasmani sebaggi syarat menjadi guru
Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular umpamanya sangat membahayakan kesehatan anak – anak. Di samping itu guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar,jadi bias menimbulkan kerugian bagi siswa.
• Berkelakuan baik sebagai syarat menjadi guru
Budi pekerti guru maha penting dalam pendidikan watak murid . Guru harus menjadi suri teladan ,karena anak – anak bersifat suka meniru . Di antara tujuan pendidikan ialah membentuk akhlak baik pada anak dan ini hanya mungkin jika guru itu berakhlak baik pula .














BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
وَ إِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيْمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِيْن
(124) Dan (ingatlah) tatkala telah di¬uji Ibrahim oleh TuhanNya dengan beberapa kalimat, maka telah dipenuhinya semuanya. Diapun berfirman : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan engkau Imam bagi manusia. Dia berkata : Dan juga dari antara anak-cucuku. Berfirman Dia : Tidaklah akan mencapai perjanjianKu itu kepada orang-orang yang zalim
Imam adalah pemimpin atau teladan,dan kepemimpinan dan keteladanan adalah bersumber dari Allah dan bukan lah anugerah yang berdasarkan garis keturunan ,kekerabatan atau hubungan darah. Ayat di atas mengisyaratkan bahwa kepemimpinan dan keteladanan harus berdasarkan kepada keimanan dan ketaqwaan ,pengetahuan dan keberhasilan dalam aneka ujian.
Dilihat dari ilmu pendidikan islam ,maka secara umum untuk menjadi guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya hendaknya bertaqwa kepada Allah ,berilu ,sehat jasmaniyahnya ,baik akhlaq nya ,bertanggung jawab dan berjiwa nasional.
Sedangkan tugas guru sebagai penjabaran dari misi dan fungsi yang diembannya, menurut Darji Darmodiharjo, minimal ada tiga : mendidik, mengajar, dan melatih.
Kata Imam (إِمَامًا) disebutkan oleh al qur’an sebanyak tujuh kali dengan makna yang berbeda beda. Akan tetapi kesemuanya itu bermuara pada satu makna sesuatu yang dituju atau diteladani,yang lebih mendekati pengertian yang sesuai dengan arti pemimpin adalah surat Al – Baqarah (2) ayat 124, dan surat Al – Furqon (25) ayat 74.
Dari gambaran dua ayat di atas ,kita dapat satu pemahaman bahwa seorang imam (pemimpin)terbiasa untuk meneruskan dan mewariskan kepimimpinanya kepada anak cucu.
Pada surat Al- Baqarah ayat 124 ,nabi Ibrahim sebagai seorang imam (pemimpin ,ingin sekali meneruskan dan mewariskan kepemimpinanya kepada anak cucu. Hal itu dibuktikan dengan permohonannya kepada Allah SWT dengan kalimat (Dan saya mohon juga) dari keturunanku “. Surah al – Furqon ayat 74 pun kelihatannya tidak jauh berbeda . Ayat itu berisi permohonan seseorang untuk melaggengkan kepemimpinaya kepada anak cucu dan golongannya sendiri.











DAFTAR PUSTAKA

DEPAG RI ,Al – Qur’an dan Terjemah,Jakarta :Naladana,2004.
Qutbh,Sayyid,Tafsir Fi Zhilalil Qur’an ,Jakarta :Gema Insani,2000.
Shihab,Quraish, Tafsir Al- Misbah ,Ciputat :Lentera Hati,2000.
Darajat,Zakiyah,Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta :Bumi Aksara,1992.
Hasan ,Tholhah,Dinamika Pemikiran Tentang Pendidikan Islam,Jakarta : Lantabora Press,2006.
Marno;Idris, Strategi & Metode Pengajaran, Jogjakarta : Ar-ruz Media, 2009.
R. Ibrahim, Nana Syaodih S. Perencanaan Pengajaran,Jakarta : Rineka Cipta, 1996.
S.Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara, 2000.
Daen,Amir, Pengantar Ilmu Pendidkan, Surabaya : Usaha Nasional, 1973

1 komentar: